Sabtu, 18 Februari 2012

Ending yang Cantik

Menjelang bulan Februari, para siswa kelas SMA 3 lagi gencar-gencarnya menyiapkan diri buat yang namanya UJIAN! Entah itu Ujian Praktik, Ujian Tertulis, sampai yang paling menyeramkan, menengangkan, dan bikin dag dig dug, Ujian Nasional. 

Beruntung saya berhasil melalui semua itu. Sekarang kalau liat anak SMA 3 lagi capcipcup jawab soal-soal geografi sambil garuk-garuk kepala, saya hanya manggut-manggut seolah-olah bilang 'Belajar yang bener, Nak' sambil diikuti ketawa nyeremin sembari nunjuk-nunjuk RASAIN LO!!!!!HAHAHAHA!

Namun, di atas segalanya, memang segala sesuatu memang ada masanya. 

Sedikit flashback masa muda dulu. *ngelus jenggot*.
Perjalanan panjang yang melelahkan, meresahkan, dan takingindiulang. 

Masa SMP dan SMA saya tak segemilang saat saya duduk di bangku SD. Naik dan turun. Naik tak menyentuh awan. Turun pun tak menyentuh tanah. Melayang. Tentu, sebagai anak, saya merasakan kegalauan hati seorang mama yang bertanya-tanya nasib anaknya yang melayang tak gemilang seperti dulu. Sehingga, menjelang SMA 3, saya bertekad sekiranya buatlah sebuah ending yang cantik

Dalam hal ini, saya hanya ingin berbagi tentang kasih Tuhan yang saya rasakan mutlak menyertai Perjalanan panjang yang melelahkan, meresahkan, dan takingindiulang ini. 
Berawal dari pemikiran iseng di kelas SMA 1 'Gue mau kuliah di universitas negeri!'. Pernyataan tersebut begitu lantang saya utarakan dalam benak, gigih, dan sambil ngepalin tangan.
 
Setahun berlalu...'Universitas swasta aja deh, ya kali negeri, coy, SUSAH!!' 

Tibalah masa itu, Perjalanan panjang yang melelahkan, meresahkan, dan takingindiulang
Saya ikut yang namanya Bimbingan Tes Alumni yang diamini mampu membawa saya menembus kancah universitas negeri*chiye*. Namun, ternyata BTA tidak hanya fokus pada yang namanya SNMPTN, tetapi juga dan bahkan sangat membantu untuk UN. 

Sayangnya hari dan jamnya agak nampaknya kurang tepat. Hari Minggu jam tujuh pagi. Asli matengnya. Hari yang ditawarkan memang hanya Sabtu dan Minggu. Oleh karena kelas Sabtu sudah full, mau tidak mau, suka tidak sukaaaa, saya harus masuk kelas Minggu. Akhirnya, saya sadar betapa beruntungnya saya ditempatkan di kelas Minggu, sehingga saya tidak perlu repot-repot menahan godaan untuk hangout yang menjadi-jadi di hari Sabtu. Meskipun pada kenyataannya, toh saya juga tidak banyak bepergian selama setahun itu. 

Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba saya sudah duduk di kelas T yang berarti kemampuannya masih rata-rata. Memang sebelumnya sempat diadakan test penempatan kelas. Beruntung saya tidak mengikutinya karena saya yakin, saya akan ditempatkan di kelas paling bawah. Saya bersyukur, Tuhan menyertai saya begitu rupa. Semenjak saya menginjakkan kaki di BTA, proses pembayaran, pemilihan hari dan jam (yang bahkan Tuhan tentukan sendiri) hingga hari pertama saya yang saya lewati. Semua berjalan seolah begitu saja tanpa rencana. Siapa sangka akhirnya saya berangkat rutin hampir tidak absen ke daerah Manggarai yang cukup semerawut untuk menyimak apa yang disampaikan pembimbing? Ini sunguh di luar rencana. 
Minggu demi Minggu berlalu. Berawal dari adaptasi, mumet, naik, dan turun. Mulai dari presentase nilai yang naik dari 30 persen, naik 1 persen menjadi 31 persen, naik lagi menjadi 34 persen. Seolah perlahan tapi pasti. Setidaknya naik. Sampai akhirnya tibalah saya di kelas P, yang cukup baik. 
 
Perjalanan pulang dari BTA menuju rumah melewati Gramedia Matraman. Saya pun sering mampir untuk sekadar melihat atau update buku-buku baru tentang SNMPTN dan UN. 

Tak ketinggalan BTA juga menjual buku termukhtahir untuk UN, Detik-detik. 

Sekali lagi, semua seolah dimudahkan dan berlalu begitu saja.

Perjuangan tanpa henti.. 
Penantian yang seolah ingin disudahi..
Pergumulan luar biasa yang saya hadapi..

Alhasil, saya mampu memberikan yang terbaik. Ending yang saya rasa begitu cantik bagi kedua orang tua dan para guru. Hari ini, saya kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta. Tak ada penyesalan. Tak ada kekhawatiran. Beberapa pertimbangan telah saya pikirkan dan keputusan telah bulat. 

Kisah di balik kisah untuk menceritakan pergumulan luar biasa yang saya alami. Sungguh setahun yang istimewa. Mungkin kisah yang saya gamblangkan terasa begitu singkat, sehingga Anda tak mampu merasakan apa yang saya alami, Namun, percayalah, butuh waktu setahun untuk menjabarkan doa, air mata, harapan, putus asa, kecewa, haru, dan puas yang saya rasakan saat itu. 

Segala sesuatu ada masanya. Ada masanya saat saya menjelajahi tiap sudut Gramedia untuk memborong semua buku kumpulan soal Ujian Nasional dari tahun ke tahun. Ada saatnya saya duduk di kursi paling depan Bimbingan Tes Alumni. Ada saatnya saya berdiri menerima plakat sambil mengenakan kebaya putih di hari graduation

Di akhir blog ini, saya teringat kutipan teman saya di jejaring sosial twitter yang saat itu berhasil menembus jalur SNMPTN, 'Tuhan baik banget :')'.
Pertanyaan pun muncul, apakah teman saya terkasih masih akan mengutip demikian bila saat ia membuka web SNMPTN dan melihat tulisan 'TIDAK LULUS'?

Ya, Tuhan baik banget :) 

Di balik kisah, terdapat kisah yang hanya dapat diselami oleh beberapa orang.


Salam, 

Penjalajah Benak

Kamis, 16 Februari 2012

Jejak Kenangan Berbeda


Menghitung detik demi detik menuju hari spesial. Hari yang sangat dinanti setiap pasangan di seluruh dunia. 

Saat-saat di mana mawar merayu. Boneka menari. Cokelat menjadi saksi. 

Saat di mana terdengar seruan “I Love You”. Saat di mana malam begitu hangat, lampion menyengat, dan cinta merambat.

Hari Valentine.

Penjelajahan benak dimulai dari esensi sebenarnya dari Hari Valentine.

Kekasih?
Bunga?
Teddy Bear?
Cokelat?
Restoran?
Lilin?
Wine?

Bagi seseorang yang sudah berpasangan, Hari Valentine menjadi hari yang indah. Tak terkecuali bagi yang lagi pendekatan alis PDKT, Hari Valentine terasa begitu tepat untuk menyatakan cinta.

Hari kasih sayang.

Namun, hal yang terkadang terlupa, bahwa orang yang kita kasihi tak hanya pasangan kita.
Valentine menjadi begitu indah bila dilewatkan bersama orang-orang yang kita kasihi. Orang tua. Sahabat. Saudara. Teman.
Itulah esensi Hari Valentine bagi saya.

Hari bertabur cinta.
Penuh makna.
Bersama yang terkasih.
Sehingga menjadi berarti.

Tentu saja ini bukan jeritan colongan dari sepasang kekasih yang sedang LDR.

4 jejak kenangan berbeda

Menapaki perjalanan hidup dari tahun ke tahun, 4 tahun yang lalu, 3 tahun yang lalu, 2 tahun yang lalu, dan 1 tahun yang lalu, yang ada hanya tetesan air mata. Pikiranku pun diajak melihat kembali kenangan empat tahun silam.

4 tahun yang lalu..
Hari Valentine sungguh berkilau.
Kilauan yang berasal dari air mata yang jatuh dari mata seorang wanita.

3 tahun lalu...
Titik-titik hujan turun.
Setiap titik menandakan syukur.
Kar’na kau dan aku ada.

2 tahun lalu..

1 tahun lalu..

Cukup.

Dari kisah ini, satu hal yang dapat dipetik. Bahwa tak selamanya orang yang diharapkan akan memberikan kita mawar, cokelat, dan boneka akan memberi kebahagiaan di Hari Valentine.
Rayakan Hari Valentine bersama yang terkasih. Penuhi Bumi dengan kilau cinta, bukan air mata. Ribuan “ I Love You”, bukan cerca-merta.
Terkadang, bahkan sang terkasih tak ada di sampingmu.

Percayalah, Sang Mahakasih menyertaimu.


Happy Valentine, Pembaca.

Salam,
Penjelajah Benak

Rabu, 15 Februari 2012

Si Penjelajah Benak


Salam kenal para pembaca. Nama saya Clara Alverina, Si Penjelajah Benak.

Entahlah, mungkin orang yang mengenal siapa saya atau mengetahui manusia jenis apa saya dan sedang membaca blog saya ini sontak kebingungan dan bertanya-tanya. Dua kata saja, “Kok Bisa?!”. Atau mungkin satu kata, “Ngapain?”

Baiklah.*tari buang nafas panjang*

Keputusan untuk merancang blog ini tentunya sudah dipikirkan matang-matang. Bahkan sangat sulit untuk membangun niat dan tekad bulat untuk istilahnya berceloteh di blog ini. Mengapa hal ini menjadi begitu sulit?
Beberapa pertimbangan yang saya ajukan, yakni: 

Pertama, bukan hobi saya tulis menulis, melainkan berbicara.

Kedua, teman saya sudah mulai dari lampau merancang blog-nya yang begitu indah. Namun, berkat motivasi *yang akan saya ceritakan setelah ini* dari dalam maupun luar, saya ingin menuangkan apa yang ada dalam benak saya untuk dibagikan pada khalayak.

Ketiga, intinya INI BUKAN GUE BANGET!

Pertanyaan selanjutnya, apa yang memotivasi saya untuk merancang blog ini?

Pertama, jurusan ilmu komunikasi dari universitas saya yang banyak menuntut proses kreatif dan kritis dalam menulis.

Kedua, unit kegiatan mahasiswa, yang saya ikuti di kampus saya memproduksi sebuah majalah kampus dan saya menjabat sebagai editor. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan lebih untuk merangkai kata demi kata dalam rubrik yang saya asuh. Intinya, blog ini diharapkan mengembangkan skill saya dalam menulis.

Ketiga, seorang senior saya menanyakan tentang blog saya, yang saat itu belum terancang. Semenjak saat itu, saya mulai berpikir, haruskah saya membuat blog?

Keempat, galau jurusan. Kampus saya tercinta memberikan program studi ilmu komunikasi  yang amat “memudahkan” saya, yakni Jurnalistik dan Public Relations. Sedangkan, saya tertarik penjurusan Broadcasting yang ternyata tidak disediakan oleh kampus saya *sudah tau dari awal**dan masih masuk*. Akhirnya, terdamparlah saya di antara dua pilihan. Ternyata!! Jurnalistik mencakup Broadcasting dannnnnnn....MENULIS *jeger*. Jadi, seperti yang telah saya utarakan, SAYA TIDAK SUKA MENULIS!

Kelima, masalah simpel kaum remaja, Ms. Galau. Saat saya menulis blog ini, saya sedang di tengah kegalauan. Inilah saat paling tepat untuk mengumpulkan kepingan niat dan mengaduk adonan semangat untuk menulis.

 Akhirnya, TADDAAA! Jadilah blog “Penjelajahan Benak” dari seorang Penjelajah Benak.
Penulisan blog ini pun berjalan”seadanya saja”. Semoga beranjak dari “seadanya saja” berevolusi menjadi “berada”, “berada” di hari-hari para Pembaca dan “berada” di hati para Pembaca. 

Dalam blog ini, saya menampilkan diri sebagai seorang penjelajah benak. Seorang manusia biasa yang tak luput dari kebimbangan, kegalauan, dan akhirnya keputusan. Seorang manusia yang berusaha menelusuri makna di balik segala yang terjadi di dunia ini. 

Beragam komentar tentang blog ini akan muncul setelah Pembaca close halaman ini, entah dalam benak, entah dilontarkan dari mulut Pembaca. Percayalah, saya hanya manusia yang ingin belajar dan berlapang menerima kata positif dan negatif.

Akhir kata, mari kita mulai penjelajahan benak ini!





Salam,
Penjelajah Benak